Sebagai negara yang memiliki daya
tarik tersendiri bagi bangsa lain, Indonesia banyak dikunjungi oleh para
imigran yang datang dari berbagai negara. Setiap tahunnya jumlah imigran yang
datang ke Indonesia selalu bertambah. Tingginya tingkat imigrasi ini, banyak
menimbulkan permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Sering kali para imigran
masuk ke Indonesia tanpa melalui birokrasi yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia. Imigran seperti ini disebut imigran gelap.
Direktorat
Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat jumlah kasus
imigran gelap di Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatkan hampir 100
persen dibanding tahun sebelumnya (ANTARA News). Kebanyakan imigran gelap yang
datang berasal dari negara yang sedang mengalami konflik. Afghanistan menempati tempat
tertinggi sebagai negara asal imigran gelap di Indonesia diikuti Irak, Iran,
Sri Lanka, Pakistan, India, Bangladesh, dan negara-negara lainnya.
Para imigran gelap ini biasa masuk
ke Indonesia melalui Tanjung Balai, Batam, Bali, perairan teluk Banten, Medan,
Kepulauan Riau, Mataram, juga Indonesia Timur. Kebanyakan mereka masuk melalui
laut, tapi tidak jarang melalui udara. Bandara international Soekarno Hatta
juga rentan dimasuki para imigran gelap ini. Mereka masuk dengan memalsukan
dokumen keimigrasian yang kebanyakan beralasan karena negara asal mereka dalam
kondisi perang atau kemiskinan. Sehingga mereka mencari suaka politik karena
tidak mendapat perlindungan di negara asalnya.
Faktor lain para imigran gelap mudah
menyusup adalah lemahnya sistem keamanan di Indonesia yang membuat Indonesia sering
dimanfaatkan sebagai tempat transit para imigran gelap yang hendak ke Australia
dan Indonesia juga dijadikan sebagai tempat pelarian para imigran dari negara
lain yang telah habis masa imigrasinya di negara tersebut.
Potensi masalah yang muncul dengan
adanya imigran gelap di Indonesia salah satunya adalah imigran gelap membuat
citra Indonesia menjadi buruk di mata dunia Internasional karena membuktikan
Indonesia tidak mampu menjaga keamanan negaranya sendiri.
Inilah
yang paling mengerikan dan memprihatinkan, tanpa adanya pengawasan dan
penanganan yang masif menyebabkan Indonesia menjadi tempat pengedaran narkoba
dan bandar narkobanya kebanyakan adalah imigran gelap dari Afrika. Mereka masuk
Indonesia dengan berbagai cara, baik sebagai turis, pedagang atau pebisnis.
Tanah Abang merupakan salah satu sentral kegiatan para orang Afrika di Jakarta.
Hal
yang paling baru untuk kita ketahui adalah Indonesia bukan hanya sebagai tempat
transit imigran gelap seperti tahun-tahun sebelumnya tetapi sudah menjadi jalur
penyelundupan dan perdagangan manusia. Perdagangan manusia ini lebih susah
dideteksi daripada pengedaran narkoba karena mereka dianggap pendatang illegal
tanpa dokumen yang hendak menyeberang ke Australia.
Masalah
lain yang tidak kalah membuat resah masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia
akibat banyaknya imigran gelap yang datang ke Indonesia adalah masalah
terorisme. Di mana kita tahu, dengan sistem yang ada di Indonesia, para imigran
gelap dengan mudahnya mendapatkan dokumentasi kependudukan yang ‘asli’. Dari
semua aksi terorisme di Indonesia, terbukti semuanya terhubung dengan jaringan
International yang masuk keluar Indonesia seperti rumah sendiri.
Melihat
semakin peliknya masalah-masalah ini, perlu adanya ketegasan dalam mencari
penyelesaian yang tepat. Penyebaran narkoba yang merusak moral bangsa ini harus
segera dihentikan dengan diperketatnya pengawasan daerah perbatasan. Indonesia,
yang sudah diketahui masyarakat Internasional sebagai negara kepulauan
terbesar, memiliki perbatasan yang sangat luas namun tidak diimbangi dengan
jumlah petugas yang mengawasi. Ini menyebabkan lemahnya pengawasan di daerah
perbatasan. Padahal daerah ini adalah daerah penting untuk mempertahankan
batas-batas negara. Yang harus negara kita lakukan adalah merekrut lebih banyak
petugas dan memberikan sosialisasi pada masyarakat sekitar perbatasan untuk
bersama menjaga perbatasan negara kita, serta menerapkan teknologi canggih yang
mampu mengontrol daerah perbatasan sehingga minimnya petugas dapat diimbangi.
Untuk
masalah keaslian identitas, dapat diterapkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik
(KTPE). Dengan adanya teknologi ini, identitas tiap warga negara tidak mudah
dipalsukan dan tiap warga negara hanya dapat memiliki satu kartu tanda penduduk
ini.
Solusi-solusi
ini harus dilaksanan dengan kerja sama yang baik antara seluruh warga negara
dan pemerintah untuk menjaga negara kita tercinta ini.
Nama
Anggota:
Mulia
Wita F34100096
Muhjah
Fauziyyah H34100059
Safrullah
Cahya Mardika F14100138
Adhita
Puspitasari A24100125
L.B.
Raditya F2410088
Richardus
Keiya I34100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar