MULIA WITA F34100096
DETY WINARTI F34100099
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Teknologi
emulsi semakin banyak
diaplikasikan di industri terutama industri pangan.
Berbagai produk pangan seperti roti, cake,
kue, cookies, es krim, susu, saus,
dan mayonaise mampu dihasilkan. Produk emulsi merupakan campuran bahan-bahan
yang sebenarnya tidak dapat bersatu sama lain karena memiliki fasa dan sifat
kepolaran yang berbeda. Untuk menyatukannya perlu penambahan zat yang disebut emulsifier. Peran emulsifier tersebut yang kemudian membuat bahan tidak saling
melarut seperti campuran minyak dan air dapat bersatu.
Produk
pangan seperti cookies memiliki
campuran bahan yang terdiri dari gabungan emulsi seperti susu dan mentega
(lemak) yang disatukan oleh emulsifier
berupa kuning telur. Pembentukan emulsi ini dilakukan untuk meningkatkan kelarutan
bahan, stabilitas adonan, memperbaiki tekstur, dan menutupi rasa yang tidak
enak. Pemilihan pembuatan produk emulsi berbentuk cookies dinilai prospektif karena merupakan snack yang renyah, rasanya enak, dan disukai banyak orang. Selain
itu, cookies ini terbuat dari bahan
tepung ganyong yang tidak memiliki kandungan gluten sehingga dapat menjadi
makanan yang aman bagi balita, lansia, dan penderita autis.
Oleh karena itu, adanya pengetahuan tentang teknologi
emulsi dan pengembangannya menjadi produk berupa cookies yang aman bagi balita, lansia, dan penderita autis sangat
besar manfaatnya. Hal ini pun dinilai dapat memberikan keberagaman pangan dan nilai
tambah yang lebih tinggi dari produk cookies
sendiri.
Tujuan
Makalah ini
bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai teknologi emulsi dan
aplikasinya pada pengolahan produk pangan berupa cookies yang aman untuk balita, lansia, dan penderita autis.
Output
Output yang diharapkan dari penyusunan
makalah ini yaitu meningkatnya pemahaman mahasiswa tentang teknologi emulsi serta
aplikasinya pada pembuatan produk emulsi berupa cookies.
TINJAUAN PUSTAKA
Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil
dimana terdapat dua atau lebih cairan yang berbeda fasa dan sifat kepolaran
seperti air (polar) dengan minyak (non polar). Agar sistem emulsi menjadi
stabil dan tidak akan terpisah dalam jangka waktu yang lama, maka perlu
ditambahkan zat ketiga yang aktif untuk menurunkan tegangan permukaan antara
dua fasa yang disebut emulsifier.
Dengan bantuan emulsifier, fasa cair
suatu zat akan terdispersi ke dalam cairan lainnya atau medium pendispersi.
Fasa terdispersi atau fasa internal berada dalam bentuk droplet (butir-butir
kecil), sementara fasa pendispersi atau fasa eksternal membentuk matriks dimana
droplet tersuspensi (Shinoda
dan Friberg 1986).
Berdasarkan tipe fasa terdispersi dan fasa pendispersinya, emulsi
dibagi menjadi dua jenis yaitu emulsi
tipe o/w (oil in water) dan emulsi tipe w/o (water in oil). Emulsi tipe o/w adalah emulsi dimana fasa terdispersinya adalah oil (minyak) dan water (air) sebagai fasa pendispersinya, contohnya pada susu dan santan. Sedangkan tipe emulsi w/o (water in oil) adalah emulsi yang terdiri dari water
(air) sebagai fasa terdispersi dan oil
(minyak) sebagai fasa pendispersi, contohnya
pada mentega dan margarin.
Emulsifier
Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan
yang ditambahkan pada adonan pangan yang ditujukan agar bahan yang mengandung lemak atau minyak dapat
bercampur dengan air secara merata (homogen) dan stabil dalam waktu lama. Menurut McClements (2005), di dalam bukunya
bertajuk Food Emulsions: Principles,
Practice and Techniques,
menyebutkan emulsifier mempunyai
aktivitas permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan
cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem emulsi.
Kemampuan ini menjadi hal
menarik karena emulsifier memiliki
struktur kimia yang sedemikian rupa sehingga mampu menyatukan dua senyawa
berbeda polaritasnya. Dalam satu molekul emulsifier
memiliki gugus
hidrofil dan lipofil sekaligus yang dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari minyak dan air. Gugus hidrofil (kepala
molekul) akan mengikat air yang bersifat polar dan gugus lipofil (ekor molekul)
akan mengikat minyak yang bersifat non polar. Sehingga emulsifier akan memberikan
mantel hidrofilik yang mengililingi minyak
untuk membentuk emulsi. Contoh-contoh emulsifier yang
sering digunakan dalam pangan adalah kuning telur, putih telur, gelatin,
pektin, gum, kasein, agar-agar, dekstrin, tepung kanji, dan lesitin kedelai.
Cookies
Menurut Matz
(1984), cookies adalah kue kering
manis berukuran kecil, digolongkan berdasarkan cara pencampuran dan resep yang
digunakan, dengan adonan yang lunak, renyah dan tekstur kurang padat. Sedangkan
menurut SNI 01-2973-1992, cookies
merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar
lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya
bertekstur padat (BSN 1992).
Syarat mutu cookies yang berlaku secara umum di
Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu cookies menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria
|
Klasifikasi
|
Kalori (kal/100gr)
|
Min. 400
|
Air (%)
|
Maks. 5
|
Protein (%)
|
Min. 9
|
Lemak (%)
|
Min. 9,5
|
Karbohidrat (%)
|
Min 70
|
Abu (%)
|
Maks. 1,5
|
Serat kasar (%)
|
Maks. 0,5
|
Logam berbahaya
|
Negatif
|
Bau dan rasa
|
Normal dan tidak tengik
|
Warna
|
Normal
|
Sumber:
BSN 1992
Dalam pembuatan cookies, bahan berupa tepung, telur, baking powder merupakan komponen yang
memegang peranan penting dan berpengaruh terhadap sifat-sifat produk khususnya
sifat fisik dan cita rasa. Bahan penyusun untuk membuat cookies sendiri terdiri atas bahan pengikat (binding material) seperti tepung, air, susu bubuk, dan putih telur,
bahan pelembut (tenderizing material)
seperti gula, shortening atau
margarin (minyak), kuning telur, serta bahan pengembang (baking powder). Keempukan dan kelembutan cookies ditentukan terutama oleh tepung, gula, dan lemak (mentega)
(Matz 1984).
Jenis tepung dan
kadar proteinnya sangat mempengaruhi karakteristik cookies yang dihasilkan. Pembuatan cookies biasanya menggunakan jenis tepung terigu lunak (soft wheat) dengan kadar protein 8-10%.
Jumlah dan mutu gula berpengaruh terhadap tekstur, warna/ penampakan, dan cita rasa
produk akhir. Karakteristik cookies
yang paling baik, lembut, berpori kecil, dan tidak keras adalah menggunakan
gula halus karena akan memudahkan proses homogenisasi. Penggunaan gula pasir dalam kue kering akan menjadikan kue
kering melebar secara maksimum selama proses pengovenan dan kristal gulanya menyebabkan hasil yang keras (Hamidah
1996).
Mentega dan
kuning telur berfungsi sebagai emulsifier
dan menghasilkan cookies yang renyah.
Mentega yang digunakan untuk cookies
yang paling baik adalah yang memiliki kandungan air rendah dan tidak berasa. Pemakaian
mentega (lemak) sekitar 65-75% dari jumlah tepung akan menghasilkan kue kering
yang rapuh, gurih, dan warnanya kuning mengkilat.
Pemakaian telur pada
cookies dapat mengikat udara sehingga
bila dipakai dalam jumlah banyak akan membuat cookies lebih mengembang. Putih telur dapat ditambahkan secukupnya
untuk memperoleh adonan yang lebih kompak. Penggunaan kuning telur tanpa putih
telur akan menghasilkan cookies yang
lembut, tetapi strukturnya tidak sebaik bila ada putih telur juga. Telur
membentuk warna, aroma, kelembutan, kerenyahan, dan tekstur kokoh. Selain itu,
telur juga akan menambah nilai gizi pada produk akhir cookies karena mengandung protein, lemak, dan mineral (Boga 1997).
Fungsi bahan
pengembang adalah untuk mengembangkan produk dengan cara menghasikan gas karbon
dioksida. Baking powder adalah bahan
pengembang yang terdiri dari senyawa asam, natrium bikarbonat, dan pati. Bahan
ini akan melepaskan karbon dioksida bila dicampur dengan air dalam adonan.
METODOLOGI
Alat, bahan, serta metode pembuatan cookies dapat dilihat di link di bawah ini:
PEMBAHASAN
Teknologi
dan Proses Pengolahan
Teknologi emulsi
pada produk cookies adalah penggunaan
emulsifier untuk menyatukan adonan. Emulsifier
alami yang
digunakan untuk
menghomogenkan campuran dalam adonan cookies
ganyong adalah kuning telur (egg yolk). Emulsifier tersebut akan mencegah
bahan-bahan berpisah kembali sehingga tetap menjadi sistem emulsi yang stabil. Menurut Friberg dan Larsson (1999), emulsi
yang stabil adalah suatu dispersi yang tidak mudah menjadi pengendapan
bahan-bahan terlarut, dengan demikian emulsifier dapat mempengaruhi daya
larut suatu bahan.
Pada
campuran adonan cookies penambahan emulsifier juga untuk
menghasilkan struktur lemak dan kebutuhan distribusi udara yang tepat sehingga
menghasilkan tekstur yang lembut. Menurut Winarno (2001), emulsifier digunakan untuk
menghasilkan adonan yang merata, memperhalus tekstur dan meratakan distribusi
udara di dalam struktur cookies. Gelatin dan albumin
pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang paling kuat. Paling
sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya
emulsifier yang sangat kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam kompleks
lesitin-protein.
Gambar 2 Kuning telur sebagai emulsifier
Selain emulsifier, yang berperan untuk
menghomogenkan adonan adalah pengadukan atau pengocokan. Proses pengadukan ini ditujukan untuk mencampurkan
semua bahan secara merata, memecah dan menyebar globula lemak, membuat tekstur
lebih mengembang, serta dapat menghasilkan adonan
yang lebih homogen (Destrosier dan Tessler 1977).
Pada
pembuatan cookies dilakukan beberapa
tahapan proses. Tahapan proses yang pertama adalah
penimbangan bahan-bahan. Penimbangan bahan-bahan dilakukan sebagai perlakuan
pendahuluan yang bertujuan agar pada saat pencampuran bahan menjadi lebih
mudah. Semua bahan ditimbang sesuai resep yang telah tersedia. Setelah semua
bahan telah siap maka dilakukan proses pencampuran dan pengadukan bahan (mixer).
Bahan
yang pertama dimasukkan adalah butter
(mentega), gula halus, dan vanili dikocok hingga merata selama 1 menit. Butter atau mentega merupakan
makanan yang berasal dari lemak hewani. Butter
adalah massa dari lemak susu yang bergabung membentuk padatan. Kandungan
lemaknya mencapai 83-84%. Fungsi butter dalam proses pembuatan cookies ganyong ini juga
dapat sebagai
emulsifier, lubrikasi untuk adonan,
memberi tekstur lembut, serta meningkatkan aroma dan eating quality pada produk. Sedangkan penambahan
gula halus dan vanili bertujuan untuk memberikan flavor dan aroma serta tekstur lembut pada cookies.
Setelah bahan tercampur merata, kemudian dimasukkan telur ke dalam adonan lalu dikocok. Pengocokan dilakukan dengan kecepatan sedang agar dapat membentuk
emulsi yang sempurna. Pencampur bahan kering ke dalam adonan lemak dan gula dilakukan
secara bertahap. Kemudian diaduk dengan kecepatan rendah untuk menghindari
adonan over-mixed.
Setelah
terbentuk emulsifier yang sempurna
yang ditandai dengan mengembangnya adonan, bahan selanjutnya yang dimasukkan
adalah tepung ganyong, coklat bubuk, dan baking
powder diaduk dengan kecepatan sedang. Penambahan tepung ganyong dan coklat bubuk ditujukan
untuk membentuk tekstur, rasa, dan warna pada cookies. Sedangkan penambahan baking powder berfungsi untuk membuat kue menjadi lebih
mengembang ketika dioven. Apabila bahan-bahan tersebut sudah mulai tercampur maka
pengadukan dilakukan dengan kecepatan rendah. Hal ini dimaksudkan agar emulsi
tidak pecah dan perlahan-lahan membentuk adonan yang kalis.
Setelah
itu dilakukan proses pencetakan cookies. Cookies dicetak
dengan terlebih dahulu diuleni. Pencetakan dapat dilakukan dapat dengan alat
maupun dengan manual. Adonan tersebut dapat dicetak bentuk apapun sesuai dengan
selera. Setelah dicetak kue dapat ditambah taburan choco chips di atasnya,
choco chips merupakan bahan tambahan pilihan (opsional), bisa juga diganti
dengan kacang ataupun kismis, yang berfungsi sebagai penambah rasa dan pemberi tampilan yang menarik. Adonan diletakan di atas loyang yang telah
diolesi margarin agar cookies tidak
lengket.
Proses
selanjutnya adalah pengovenan adonan. Pada saat pengovenan sebelum memasukkan cookies, oven dipanaskan
terlebih dahulu hingga suhu ±120°C. Pengovenan ditujukan untuk
mematangkan cookies. Cookies dioven
selama 30 menit agar matang sempurna. Cookies
yang sudah keluar dari oven dipindahkan ke atas cooling ware agar cookies menjadi
dingin sempurna. Jika kue diletakan bertumpuk, uap panas akan memengaruhi
kerenyahan cookies. Cookies yang telah diangkat akan terus mengalami proses
pematangan, meski sudah keluar dari oven. Cookies
baru dianggap matang sempurna bila sudah benar-benar dingin.
Setiap jenis cookies memerlukan suhu dan lama
pembakaran yang berbeda untuk memperoleh hasil yang maksimal. Semakin besar cookies yang dicetak semakin lama
pembakarannya dan suhu pembakaran tidak boleh terlalu panas. Suhu pembakaran
pada cookies yang umum 160-200oC
dengan lama pembakaran 10-15 menit, atau lebih lama.
Keunggulan
Produk
Gambar 3 Cookies ganyong
Produk emulsi
yang dibuat adalah cookies atau kue
kering yang merupakan snack yang digemari
oleh banyak orang di berbagai negara. Cookies
ganyong yang telah dibuat memiliki rasa manis yang enak, renyah, bertekstur
halus, warna dan penampilannya pun menarik seperti cookies komersil. Cookies
ini dapat disajikan sebagai makanan untuk sarapan, cemilan sehari-hari, dan
sediaan makanan saat perayaan hari-hari besar. Selain itu, penyajian dan
pembuatan cookies ganyong dapat dimodifikasi
dan ditambahkan berbagai bahan pelengkap untuk hiasan ataupun penambah rasa.
Produk olahan
ini biasanya menggunakan tepung terigu yang mengandung protein khusus yaitu
gluten. Gluten adalah protein yang sukar dicerna oleh usus manusia dan
merupakan salah satu substansi allergen yang banyak dijumpai di tepung terigu. Dikutip
dari majalah Femina (2010), menurut Dr. Ir. Nuri Andarwulan M.Si,
ahli pangan dari IPB pada tahun 2000-an, FAO
dan WHO mengeluarkan deklarasi bahwa tepung terigu merupakan satu dari delapan
kelompok pangan yang mengandung allergen (penyebab alergi), hal ini menjadi
kendala bagi siapa pun yang sensitif (mudah terkena alergi),
salah satunya adalah penderita autisme.
Oleh karena itu
inovasi yang dilakukan dari produk emulsi ini dilakukan yaitu substitusi bahan
baku yakni penggunaan tepung ganyong untuk menggantikan tepung terigu. Tepung
ganyong ini tidak mengandung gluten sehingga dapat dengan mudah dicerna dan menjadi
makanan atau cemilan yang aman bagi balita, lansia, dan penderita autis.
Tepung
ganyong terbuat dari umbi
tanaman ganyong (Canna edulis). Tepung ini memiliki kandungan fosfor, zat besi, dan kalsium yang tinggi, serta mengandung
zat lain seperti karbohidrat,
protein, lemak, serat, vitamin (B, B1, dan C), potasium, dan magnesium. Pada Tabel 2
ditunjukkan kandungan gizi dalam 100 gram tepung ganyong. Sehingga hasil produk
cookies yang dibuat mengandung gizi
yang tinggi dan aman dikonsumsi oleh balita dan anak-anak yang lagi dalam masa
pertumbuhan, para lansia, maupun penderita autis. Selain itu, hasil
produk cookies dari tepung ganyong lebih
cerah, lebih renyah, dan lebih berasa dibandingkan yang dibuat
dari tepung terigu.
Tabel 2 Kandungan gizi tepung ganyong (per
100 gram)
Zat gizi
|
Kandungan
|
Air
|
14 g
|
Protein
|
0,7 g
|
Lemak
|
0,2 g
|
Karbohidrat
|
85,2 g
|
Kalsium
|
8 mg
|
Fosfor
|
22
|
Zat besi
|
1,5 mg
|
Vitamin A
|
0 Ui
|
Vitamin B
|
0,09 mg
|
Vitamin C
|
0 mg
|
Sumber: Dep. Kes RI
(1992)
PENUTUP
Kesimpulan
Cookies merupakan kue
kering yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah
bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Bahan yang digunakan dalam pembuatan
cookies dibedakan menjadi bahan
pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material).
Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, coklat bubuk, dan putih telur
sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula halus, lemak (butter/ mentega), bahan pengembang (baking powder), dan kuning telur.
Teknologi emulsi yang digunakan adalah penggunaan
kuning telur (egg yolk) pada cookies
sebagai emulsifier. Emulsifier tersebut digunakan untuk
menyatukan adonan dan menstabilkan emulsi sehingga
dapat mencegah bahan-bahan berpisah kembali. Pada
campuran adonan cookies penambahan emulsifier juga untuk
menghasilkan struktur lemak dan kebutuhan distribusi udara yang tepat sehingga
menghasilkan tekstur yang lembut.
Proses pembuatan cookies ganyong terdiri dari beberapa
tahapan yaitu penimbangan bahan, pencampuran dan pengocokan adonan, pencetakan
adonan, pemberian hiasan (choco chip), dan pengovenan. Cookies ganyong yang berhasil dibuat memiliki rasa manis yang enak, renyah, bertekstur halus, warna dan penampilannya
pun menarik seperti cookies komersil.
Cookies ini tidak mengandung gluten
sehingga dapat dengan mudah dicerna dan menjadi makanan atau cemilan yang aman bagi
balita, lansia, dan penderita autis. Selain itu, cookies ini dapat disajikan sebagai makanan untuk sarapan, cemilan
sehari-hari, dan sediaan makanan saat perayaan hari-hari besar.
Saran
Saran yang dapat
diberikan bila ingin membuat produk emulsi yaitu pencampuran adonan dilakukan
secara bertahap dan sedikit demi sedikit agar homogenisasi sempurna serta pemakaian
emulsifier yang cocok sesuai
fungsinya. Saran lain yaitu diharapkan mulai mengganti penggunaan tepung terigu
dalam pembuatan produk emulsi dengan tepung ganyong.